Langsung ke konten utama

Kajian Literatur

1. Jurnal Semiotika Analisis Tanda pada Karya Desain Komunikasi Visual :
Penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan dalam hal ini desain komunikasi visual - dimungkinkan, karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Artinya, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana social. Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika sebuah praktik social dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya - termasuk karya desain komunikasi visual – dapat juga dilihat sebagai tanda-tanda. Hal itu menurut Yasraf Amir Piliang dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri. Mengingat karya desain komunikasi visual mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks desain komunikasi visual serta penyajian visualnya juga mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem non kebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan, maka pendekatan semiotika sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas karya desain komunikasi visual layak diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya.


2. Jurnal Analisis Desain Konten Brand Media Sosial Di Bebe Studio Berdasarkan Hierarki Kebutuhan Desain :
Abraham Maslow (1943) mengatakan manusia secara dasar itu memiliki kebutuhan pokoknya masing-masing yang harus dipenuhi dan dibagikan menjadi 5 tingkatan, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri (Prihartanta, 2015). Sama seperti teori Hierarki Kebutuhan, pembuatan desain pun juga ada Hierarki Kebutuhan yang harus dipenuhi menurut tingkatannya. Desain akan dianggap memenuhi standar dan dianggap ”bagus” apabila sudah memenuhi 5 prinsip penting ini yaitu: fungsionalitas (fungsionality), hal yang dapat dipercaya (reliability), hal yang dapat digunakan (usability), keahlian/ kecakapan (proficiency), dan kreativitas (creativity) (Lidwell et al., n.d.).


Setiap konsumen memiliki kebutuhannya masingmasing berdasarkan tingkatan yang menurutnya perlu dipenuhi terlebih dahulu. Implementasi hierarki kebutuhan desain bisa digunakan sebagai alat tolak ukur pertama mengetahui seberapa efektif dan seberapa urgent sebuah desain milik brand sosial media bisa mengkomunikasikan ide, konsep, dan pesan ke konsumennya. Dengan penggunanaan hierarki ini, sebuah brand bisa mengetahui seberapa efektif atau tidak desain konten yang digunakan berdasarkan strukturnya. Dari mengeliminasi tingkatan struktur kebutuhan yang tidak diperlukan dan memperbaiki tingkatan struktur kebutuhan yang harus ditambahkan akan menciptakan sebuah hierarki kebutuhan yang ”sempurna” atau unik. Wawasan evaluasi ini apabila ditindaklanjutkan, sebuah brand sosial media bisa membentuk marketing content dan design content yang menarik secara visual maupun emosional sesuai dengan kebutuhan spesifik konsumen brand.


3. Jurnal Membangun Personal Branding melalui YouTube :
Personal branding menurut Montoya adalah sebuah produk, baik barang atau jasa, agar brand itu terus menancap dihati masyarakat dengan segala atribut dan perbedaan yang dimiliki ibutuhkan upaya yang disebut branding (Haroen, 2014:13). Personal branding merupakan proses menciptakan atau membentuk pandangan (persepsi) masyarakat terhadap karakter seseorang. Personal branding berdasarkan pada Peter Montoya dan Rampersad (Septriadi, 2012) adalah yang berkelanjutan, otentik, konsisten, dan mudah diingat terkait dengan beberapa kriteria penting yang telah disimpulkan. Beberapa kriteria personal branding menurut Peter Montoya dan Rampersad yang dimiliki diantaranya authentic, integrity, consistency, specialization, authority, distinctiveness, relevant, visibility, performance, goodwill, persistence.


- Authentic (Keaslian), yaitu menjadi diri sendiri, tidak berusaha menjadi orang lain untuk menunjukkan citra tertentu dimata masyarakat.
- Integrity (integritas), adalah dimana seseorang harus berpegang pada pedoman moral dan juga perilaku yang sudah ditetapkan oleh ambisi pribadi.
- Consistency (konsisten), merupakan tindakan yang dilakukan seseorang secara relevan dan terus menerus.
- Specialization (spesialisasi), yaitu fokus pada satu bidang tertentu.
- Authority (otoritas), adalah dimana seseorang terlihat sebagai seorang ahli yang dikenal dalam bidang tertentu, dengan bakat yang luar biasa, sangat berpengalaman, dan dipandang sebagai seorang pemimpin yang efektif.
- Distinctiveness (unik), yaitu berbeda, atau memiliki ciri khas yang tidak dimiliki orang lain, sehingga memiliki nilai tambah.
- Relevant (relevan), yaitu seseorang harus terkait dengan sesuatu yang dianggap penting oleh audien.
- Visibility (visibilitas), merupakan pengulangan terus-menerus dan pemaparan brand dalam jangka panjang, sehingga terlihat dengan jelas.
- Persistence (persistensi), merupakan kegigihan seseorang dalam melakukan sesuatu secara terus menerus.
- Goodwill adalah ketika seseorang sudah diasosiasikan secara positif oleh orang lain. - Performance (kinerja), merupakan elemen penting setelah brand tersebut atau seseorang tersebut telah dikenal, yang didapatkan dari bagaimana kinerja seseorang, setelah menjadi terkenal.


4. Jurnal Youtube, Citra Media Informasi Interaktif Atau Media Penyampaian Aspirasi Pribadi :
Kaplan dan Haenlein (2010) mengklasifikasikan media sosial menjadi enam jenis, yaitu: (a) Collaboration Project, yaitu sebuah situs yang memberikan izin otoritas kepada para penggunannya untuk mengubah, menambah, atau mengurangi konten-konten yang ada di dalam situs tersebut. Contohnya situs wikipedia. (b) Blog dan Microblog, yaitu situs yang berfungsi sebagai media dokumentasi berbagai catatan pribadi. Penggunanya secara pribadi dapat bebas meluapkan berbagai wacana pemikirannya dalam tulisan di situs tersebut. Contohnya : wordpress.com, kompasiana.com, dan lainnya. (c) Content Share, yaitu sebuah situs yang memberikan layanan berbagi konten dengan sesama pengguna dalam berbagai bentuk format video , gambar, hingga teks. Contohnya: vimeo.com dan slideshare.com. (d) Social Networks Site, yaitu situs atau aplikasi yang dapat mempertemukan antar pengguna dan saling terhubung satu dengan lainnya. Bentuk hubungan antar pengguna (berbagi) berupa fotofoto, teks, hingga informasi pribadi. Contohnya: friendster.com dan facebook.com. (e) Virtual Game World, yaitu situs lingkup dunia digital yang mereplika lingkungan (3 dimensi) dalam bentuk avatar. Para penggunanya dapat saling berinteraksi layaknya kehidupan nyata. Contohnya: situs game minecraft. (f) Virtual Social World, yaitu situs lingkup dunia digital yang mereplika kehidupan nyata manusia. Para penggunanya dapat saling berinteraksi layaknya kehidupan nyata. Contohnya: situs game second life.com


Salah satu bagian media sosial yang menjadi perhatian khusus bagi pengguna dari segala umur adalah klasifikasi media sosial content, yaitu situs Video sharing YouTube. Tidak sesederhana konsep yang diciptakan oleh Hurley, Chen, dan Karim terhadap situs video YouTube. Sebuah situs yang dibangun atas dasar keinginan hanya untuk berbagi video dengan rekan-rekan sekomunitas. Pada akhinya berkembang konsepnya mengikuti arus besar perkembangan teknologi dan informasi. Sisi positif maupun negatif bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dari tujuan para pengguna Situs video YouTube, yaitu digunakan sebagai produksi media informasi interaktif atau media penyampaian aspirasi pribadi belaka.


5. Jurnal Implikatur Wacana Humor Gelar Wicara Ini Talkshow di Net Tv :
Interaksi sosial selalu menuntut manusia untuk berkomunikasi dengan memerhatikan fitur konteks terkait. Kegagalan komunikasi, atau bahkan kekacauan, akan terjadi bilamana hal itu tidak diindahkan. Tuntutan imperatif itu menjadi penting salah satunya karena kebiasaan manusia dalam menyampaikan makna, yakni secara tidak langsung. Hal demikian menjadi bagian dari bahasan pragmatik sebagai studi penggunaan bahasa dalam konteks (Birner, 2013: 2), spesifiknya pada implikatur percakapan.


Humor, menurut Raskin (1985: 1), ditandai oleh adanya stimulus audio atau visual yang bersifat lucu sehingga membuat orang yang mendengar atau melihatnya menjadi tertawa. Hal itu merupakan sifat universal manusia. Raskin (1985: 3—5) juga menyebutkan bahwa terdapat enam faktor penunjang tindak humor (humor act), meliputi partisipan (pembicara dan pendengar), stimulus, pengalaman, psikologi, situasi, dan sosial budaya. Humor dapat dikatakan sebagai kasus permainan bahasa atau tindakan penggunaan bahasa secara kreatif (Bell dan Pomerantz, 2016: 22). Manusia sebagai homo ludens gemar bermain, termasuk memainkan bahasa secara kreatif dalam pelbagai situasi. Humor yang terjadi dalam interaksi sosial sehari-hari dapat dibagi menjadi tiga kategori (Martin, 2007: 11): (1) lelucon, anekdot yang dikemas dengan lucu yang dihafal dan disebarkan ke orang lain; (2) humor-percakapan spontan, yang diciptakan dengan sengaja oleh individu selama interaksi sosial, dapat berupa verbal atau nonverbal; dan (3) humor aksidental atau tanpa disengaja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semiotika dalam Kehidupan

    Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity)  memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.  Ada beberapa contoh semiotika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan saya, antara lain: 1. Melambaikan tangan kepada teman ketika hendak pulang setelah adanya pertemuan. Dalam hal ini, tanda mengacu sebagai ucapan sampai jumpa. Makna disampaikan dari saya kepada teman yang ingin pulang dan menjadi tanda perpisahan dalam pertemuan, m

Review Jurnal Penelitian tentang Seni Rupa dan Desain

Jurnal Pertama  Judul : Kajian Semiotika Kartun Majalah Tempo Tahun 2019  Karya : I Wayan Nuriarta Objek Kajian Seni Rupa dan Desain : Kartun Majalah Tempo Tahun 2019 Pendekatan : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Teori : Dikaji menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Metode dan Analisis : Metode yang dipakai dalam peneliatian ini yaitu menggunakan teori semiotika.  Kesimpulan : Kartun Majalah Tempo tahun 2019 hadir untuk memberikan opini atau kritik di tahun politik. Tanda- tanda yang dihadirkan berupa teks visual dan teks verbal untuk menghadirkan narasi dari peristiwa. Secara denotasi, kartun-kartun Majalah Tempo mengahdirkan figur manusia seperti ibu rumah tangga, tokoh politik seperti ketua Umum partai dan juga figur manusia yang merepresentasikan penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Secara konotasi dimaknai sebagai kritik atas kehadiran para politisi di tahun 2019. Hal saya yang dapat diteliti dari jurnal tersebut : Salah satu pelajaran yang

Objek Kajian Semiotika Film Disney Moana

Pendahuluan Film memiliki nilai seni tersendiri,   karena   film tercipta   sebagai sebuahkarya dari tenaga-tenaga   kreatif yang   profesional di bidangnya. Film sebagai benda   seni   sebaiknya   dinilai   dengan secara   artistik   bukan   rasional. Film Disney Moana adalah sebuah film petualangan fantasi animasi computer 3D Amerika yang diproduksi oleh Walt Disney Animation Studios pada tahun 2016. Film ini mengangkat kehidupan mengenai Moana Waialiki yang diperankan oleh Auli'i Cravalho, seorang remaja petualang berlayar dengan misi berani menyelamatkan orang-orangnya. Alasan saya memilih kajian ini karena objek tersebut adalah film kartun yang dimana menggambarkan tokoh utamanya seorang gadis dengan sifat pemberani, mandiri, tangguh dan pantang menyerah dan dapat memotivasi diri saya agar saya bisa sepertinya dan mematahkan stereotype bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, Isi Bentuk Formal : Film (Visual) Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya merepresen